Saturday, October 10, 2009

What Happens with Banyumas?

Banyumas dengan kota kabupaten Purwokerto adalah sebuah kota yang sangat tua. menurut sejarah banyumas adalah tempat kerajaan pertama di Indonesia, yaitu galuh purba.
ada fenomena yang sangat mengherankan saya. ada gereja-gereja yang tampaknya berapi-api di lain kota begitu masuk Banyumas Purwokerto pada melempem, kayak kehilangan api, dan kurang berkembang. What Happens With Banyumas?
gereja yang kelihatan berkembang malahan gereja mamonism, yang kompromi dengan budaya, atau tidak jujur dalam pelayanan. what happens with Banyumas?

Thursday, May 28, 2009

bantuan yang disalurkan kepada Bintang mendoakan si bintang agar dengan segala pergumulan hidupnya. Ia rindu dapat sekolah terus, dengan tingkat yang lebih tinggi. Iman sangat bersukacita mendapatkan bingkisan berupa buku-buku untuk sekolahnya.

Photo penyaluran_bantuan_buku

bantuan dari SD Kristen Ketapang disalurkan kepada Rian, Igbal,

Saturday, April 4, 2009

Save Our Child

Curahan hati seorang ayah

Yang peduli akan masa depan anak-anaknya.

Anak-anak kita sekarang ini sedang menghadapi monster-monster yang jauh lebih kejam dari gambaran hantu di kolong tempat tidur. Monster itu bernama televisi. Televisi itu bukan saja kejam memangsa tubuh mereka, namun memangsa kejiwaan mereka.

Tanggal 02 Maret 2009, jam sore, saya segera perintahkan anak saya untuk mematikan televise dan tidak boleh menonton kartun kesayangannya, karena tanpa sengaja saya mendengar tokoh utama kartun animasi itu yaitu akrtun animasi hidaten, ternyata ada kata-kata makian dasar bodoh.

Lewat film-film animasi dan kartun, anak-anak kita belajar memaki, (hampir disetiap film animasi ada makian bodoh, kurang ajar, keparat, dan seribu satu umpatan), anak-anak kita belajar kekerasan (penuh dengan adegan perkelahian, darah, pembunuhan), anak-anak kita belajar berbohong dan menipu, belajar tentang pemalsuan standard cinta (hampir semua kartun animasi menonjolkan tokoh-tokoh yang berpakaian dan berpenampilan yang mempertontonkan aurat, dan belajar menerima kehidupan dunia roh yang penuh dengan arwah-arwah yang baik yang bisa menjadi teman yang diandalkan.

Tanpa disadari apa yang mereka lihat dan dengar itu akan mereka terima sebagai nilai dan falsafah hidup, yang akan mereka bawa sepanjang usia.

Sinetron-sinetron remaja dan anak-anak juga mempertontonkan kekejaman, balas dendam, rebutan kekasih, dan pengandalan roh-roh orang mati dihampir setiap muatan ceritanya. Jangan salahkan siapa siapa ketika banyak kasus kekerasan remaja semakin merajalela. Jangan salahkan siapa-siapa jika banyak terjadi kasus kerasukan dimana-mana, dan budaya seks bebas bukan hanya merambah remaja-remaja metropolitan saja, bahkan remaja-remaja di desa-desa pun sudah banyak yang hidup dalam seks bebas.

Belum lagi film-film agama yang juga bernafaskan klenik, irasional, balas dendam, fanatisme, dan kekejaman, serta tidak lupa selalu ada romantisme sebagai bumbu penyegar yang membuai angan pemirsa.

Dengan segala hal-hal itu semua, mau diarahkan kemana masa depan anak-anak kita? Mau seperti apa moral bangsa kita?

Tidak adakah production house yang terbeban membuat sinetron religius yang inklusif, yang menghargai perbedaan, yang mengedepankan kebersamaan, kebangsaan, dan kasih, tanpa mengorbankan aqidah dari masing-masing agama. Tidak adakah production hosue dan stasiun televise yang terbeban memberikan tayangan yang mengajar tentang kasih, pengampunan, perdamaian, dan kesederhanaan. Nasib masa depan bangsa kita sedang dibentuk di dalam nilai-nilai anak-anak kita. Tidak adakah selebritis-selebritis yang peduli dengan nasib bangsa ini ke depan?

Saudaraku, untuk sesaat lupakan mengenai keuntungan ekonomi, pikirkan anak-anak kita. Untuk sesaat lupakan kesibukan perhatikan pertumbuhan anak-anak kita. Masa depan mereka bukan hanya berarti masa depan mereka sendiri. Masa depan mereka menentukan arah basa depan bangsa.

Save Our Generation

Save Our Generation

Curahan hati seorang hamba Tuhan

yang peduli akan nasib generasi muda dan masa depan bangsa

Kaum muda sekarang sedang menghadapi pemalsuan standard cinta. Sex dipandang sebagai legitimasi atas kekuatan cinta. Luapan perasaan disamakan dengan cinta. Gairah terhadap lawan jenis juga iartikan sebagai cinta. Simak pernyataan ini, saat berhubungan intim disebut sebagai sedang making love(ml), entah saat berhubungan intim tersebut di dasari cinta atau nafsu sebutannya tetap sama making love. Jadi love identik dengan sex. Pria maupun wanita muda Kristen maupun non Kristen telah banyak terjerumus dalam pemalsuan standard moral ini. Cinta (tanpa kasih) dianggap sebagai sesuatu yang sah untuk melakukan hubungan sex.

Pemalsuan standard moral ini memang paling banyak menjerumuskan kaum muda zaman ini. Hal ini dikarenakan secara biologis memang kaum muda telah dapat dianggap dewasa (dewasa menurut kamus bahasa Indonesia adalah kematangan kelamin), tetapi secara kejiwaan mereka sedang labil. Secara tanggung jawab mereka belum matang. Terkadang emosi mereka meledak-ledak, terkadang muncul kesedihan, terkadang muncul kesepian ditengah keramaian, bahkan terkadang muncul khayalan-khayalan erotis pada remaja pria dan romantis pada remaja wanita.

Kelabilan psikologis ini banyak dimanfaatkan oleh kaum kapitalis dengan mempropagandakan cinta yang salah demi meraup keuntungan yang sebesar-besarnya. Kaum kapitalis hanya peduli akan keuntungan semata tanpa mempedulikan bahwa dampak semua itu kehancuran generasi muda. Saksikan tayangan-tayangan film, atau sinetron, lihat mode busana dan kebebasan yang diiklankan, bukankah semua itu menunjukkan ketidak pedulian kaum kapitalis penguasa dan pemilik modal terhadap generasi muda? Informasi-informasi menyesatkan yang diberikan itu akan menjerumuskan kaum muda ke dalam lembah hitam dosa, dan kehancuran masa depan.

Televisi dan media masa sebagai kendaraan kapitalis bukankah lebih mementingkan rating iklan siaran dibandingkan materi siaran? Asal digemari, tanpa peduli etika mereka umbar selepas-lepasnya filosofi-filosofi dan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan firman Allah, romantisme-romantisme yang menawarkan keindahan semu yang berujung pada petaka. Media berita televisi yang semestinya memberi informasi yang mendidik, sekarang bukan hanya memberi informasi mengenai adanya tindak kejahatan, tetapi mempertontonkan tidak kejahatan. Bukan hanya memberi informasi mengenai bahaya kekerasan tetapi juga mempertontonkan kekerasan, bukan hanya memberi informasi bahaya seks bebas, tetapi juga mempertontonkan seks bebas, bukan hanya memberi informasi mengenai sebuah produk tetapi mempertontonkan konsumerisme, sehingga alih-alih menjadi media yang mendidik, malahan menjadi media yang memberi inspirasi kejahatan dan tindakan yang mengarah pada imoralitas.

Selamatkan sekarang juga generasi ini. Para orang tua dan politikus jangan hanya sibuk dengan masalah ekonomi saja, keadaan sekarang sudah genting, rumah anda sedang terbakar oleh api nilai-nilai yagn jahat, dan anak-anak anda sedang ada di dalamnya. Selamatkan mereka.

Wednesday, March 18, 2009

Summary Of Crusade

summary of crusade according Encyclopaedia Britanica
any of a series of European military expeditions, often counted at eight although numbering many more than that, which were directed against Muslim control of Jerusalem and the Christian shrine of the Holy Sepulchre and that took place from 1095 to 1270.During the 11th century, feudal Europe underwent revivals of both expansive commerce and religion. Pilgrimages to Jerusalem and other holy places in the East became increasingly popular. At the same time, the Byzantine Empire, with its capital at Constantinople (now Istanbul), was being threatened by the rising power of the Seljuq Turks. The Byzantine emperor Alexius I Comnenus turned to Europe, specifically to the pope of the Roman church, for aid.At the church council meeting at Clermont in 1095, Pope Urban II called for a Christian army to aid Alexius and to recapture the Holy Sepulchre. Armies were raised by such knights as Hugh of Vermandois, Bohemond, Raymond of Saint-Gilles, and Robert of Flanders. Smaller, generally ill-organized bands were collected by sundry lesser warriors, adventurers, and zealots. Over the next two years they assembled in and around Constantinople and prepared to march south across what today is Turkey. After a long siege they captured the heavily fortified town of Antioch in 1098. On July 15, 1099, Jerusalem fell to the crusaders, and its Muslim and Jewish inhabitants were slaughtered. In the following decades the crusaders gained control of a narrow strip of the Palestine coast and established the kingdom of Jerusalem, the county of Tripoli, the principality of Antioch, and the county of Edessa, the so-called crusader states, under various European rulers.In 1144 the Seljuq ruler Zangi, who had established a strong Muslim state at Mosul, captured the city of Edessa from the crusaders. When news of Edessa's fall reached Europe, Pope Eugenius III called for the Second Crusade. During this Crusade, armies led by Emperor Conrad III of Germany and King Louis VII of France joined forces in Jerusalem in the spring of 1148 and with 50,000 men struck north at Damascus. They began a siege at Damascus but were forced to retreat by an army led by Zangi's successor, Nureddin, and the Second Crusade ended in humiliating failure. Nureddin occupied Damascus in 1154, and his nephew Saladin gained control of all of Egypt in 1169 and occupied Aleppo in 1183, thus encircling the crusader states. In 1187 Saladin destroyed most of Jerusalem's army in a battle at Hattin near the Sea of Galilee and on October 2 captured Jerusalem and most of the other European strongholds.Shocked by the fall of Jerusalem, Pope Gregory VIII called for the Third Crusade. The largest crusader army yet assembled set out under the command of Emperor Frederick Barbarossa in May 1189, but Frederick's death by drowning a year later saved Saladin from having to confront him. In 1191 Richard I the Lion-Heart of England conquered the Byzantine province of Cyprus and then joined Phillip II Augustus of France in the siege of Acre. In July Acre fell and its inhabitants were slaughtered. After failing to reach Jerusalem, in 1192 Richard I negotiated a five-year peace treaty with Saladin that permitted European pilgrims access to holy shrines.The Fourth Crusade, called in 1198 by Pope Innocent III to strike against Egypt, took a bizarre course. The crusader army was unable to pay for ships and outfitting obtained from Venice and so agreed to assist the Venetians in capturing the city of Zara, in Hungary (now Zadar, Croatia), and then moving against Constantinople. Constantinople fell on April 13, 1204, and the crusaders sacked the city. The crusaders and Venetians then established the Latin Empire of Constantinople, which was to last a little over 60 years. Although the crusaders were repudiated by Pope Innocent III, the Fourth Crusade destroyed any hope of alliance between the Byzantine and Latin churches. It also mortally wounded the Byzantine Empire.A wave of revived crusading fervour in Europe produced the pathetic Children's Crusade of 1212, in which thousands of children were lost or sold into slavery. Three years later Innocent III called for another strike at the Muslim world. The Fifth Crusade, manned chiefly by French and German crusaders, captured Damietta, near the Nile, in 1219. Floods stopped a march on Cairo, and the crusade ended indecisively with an eight-year truce. This was the last crusade organized directly by the papacy. On the Sixth Crusade, Emperor Frederick II of Germany, who had been excommunicated for his many delays in setting out, negotiated in 1229 a treaty which returned Jerusalem to the Europeans for 10 years. In 1244, forced west by the advancing Mongols, the Khwarezmian Turks sacked Jerusalem with Egyptian help. King Louis IX of France launched another crusade in 1248, but the Seventh Crusade, like the Fifth, failed in Egypt. King Louis led the last of the numbered crusades, the Eighth, 22 years later, but shortly after landing in Tunis, most of the army, and Louis, died of disease.Although ill-starred expeditions continued to be launched, even into the 15th century, the era of the Crusades had come to an end. After the Mamluks of Egypt succeeded in driving back the Mongols from Syria, the Mamluk sultan Baybars I dealt harshly with the crusaders, many of whom had formed alliances with the Mongols. In 1268 the Mamluks captured Antioch and slaughtered all its inhabitants. Tripoli fell in 1289, and Acre, the last Latin outpost on the mainland, fell in 1291._

A History Of Church War

A HISTORY OF CHURCH WAR

It is’n crusade. It is Church war. It is’n spiritual war, it is politic, glory, gold, and hegemony. They used word Gospel is only false reason, to manipulate people. This is a history of church war, church terror and violence according Britanica Encyclopaedia.

The age of Iconoclasm: 717–867 The reigns of Leo III (the Isaurian) and Constantine V Almost immediately upon Leo's accession, the empire's fortunes improved markedly. With the aid of the Bulgars, he turned back the Muslim assault in 718 and, in the intervals of warfare during the next 20 years, addressed himself to the task of reorganizing and consolidating the themes in Asia Minor. Thanks to the assistance of the traditional allies, the Khazars, Leo's reign concluded with a major victory, won again at the expense of the Arabs, at Acroenos (740). His successor, Constantine, had first to fight his way to the throne, suppressing a revolt of the Opsikion and Armeniakon themes launched by his brother-in-law Artavasdos. During the next few years, internal disorder in the Muslim world played into Constantine's hands as the 'Abbasid house fought to seize the caliphate from the Umayyads. With his enemy thus weakened, Constantine won noteworthy victories in northern Syria, transferring the prisoners he had captured there to Thrace in preparation for the wars against the Bulgars that were to occupy him from 756 to 775. In no fewer than nine campaigns, he undermined Bulgar strength so thoroughly that the northern enemy seemed permanently weakened, if not crushed. Even the venom used by the iconodule chroniclers of Constantine's reign cannot disguise the enormous popularity his victories won him.In later centuries, the folk of Constantinople would stand by his tomb, seeking his aid against whatever enemy imperiled the city's defenses.Constantine's weak successors His successors all but let slip the gains won by the great iconoclast. Constantine's son Leo IV died prematurely in 780, leaving to succeed him his 10-year-old son, Constantine VI, under the regency of the empress Irene. Not much can be said for Constantine, and Irene's policies as regent and (after the deposition and blinding of her son at her orders) as sole ruler from 797 to 802 were all but disastrous. Her iconodule policies alienated many among the themal troops, who were still loyal to the memory of the great warrior emperor, Constantine V. In an effort to maintain her popularity among the monkish defenders of the icons and with the population of Constantinople, she rebated taxes to which these groups were subject; she also reduced the customs duties levied outside the port of Constantinople, at Abydos and Hieros. The consequent loss to the treasury weighed all the more severely since victories won by the Arabs in Asia Minor (781) and by the Bulgars (792) led both peoples to demand and receive tribute as the price of peace. A revolt of the higher palace officials led to Irene's deposition in 802, and the so-called Isaurian dynasty of Leo III ended with her death, in exile, on the isle of Lesbos.In the face of the Bulgar menace, none of the following three emperors succeeded in founding a dynasty. Nicephorus I (ruled 802–811), the able finance minister who succeeded Irene, reimposed the taxes that the Empress had remitted and instituted other reforms that provide some insight into the financial administration of the empire during the early 9th century. In the tradition of Constantine V, Nicephorus strengthened the fortifications of Thrace by settling, in that theme, colonists from Asia Minor.Taking arms himself, he led his troops against the new and vigorous Bulgar khan, Krum, only to meet defeat and death at the latter's hands. His successor, Michael I Rhangabe (811–813), fared little better; internal dissensions broke up his army as it faced Krum near Adrianople, and the resulting defeat cost Michael his throne. In only one respect does he occupy an important place in the annals of the Byzantine Empire. The first emperor to bear a family name, Michael's use of the patronymic, Rhangabe, bears witness to the emergence of the great families, whose accumulation of landed properties would soon threaten the integrity of those smallholders upon whom the empire depended for its taxes and its military service. The name Rhangabe seems to be a Hellenized form of a Slav original (rokavu), and, if so, Michael's ethnic origin and that of his successor, Leo V the Armenian (ruled 813–820), provide evidence enough of the degree to which Byzantium in the 9th century had become not only a melting-pot society but, further, a society in which even the highest office lay open to the man with the wits and stamina to seize it. Leo fell victim to assassination, but before his death events beyond his control had improved the empire's situation. Krum died suddenly in 814 as he was preparing an attack upon Constantinople, and his son, Omortag, arranged a peace with the Byzantine Empire in order to protect the western frontiers of his Bulgar empire against the pressures exerted by Frankish expansion under Charlemagne and his successors. Since the death of the fifth caliph, Harun ar-Rashid, had resulted in civil war in the Muslim world, hostilities from that quarter ceased. Leo used the breathing space to reconstruct those Thracian cities that the Bulgars had earlier destroyed. His work indicates the degree of gradual Byzantine penetration into the coastal fringes of the Balkan Peninsula, as does the number of themes organized in that same region during the early 9th century: those of Macedonia, Thessalonica, Dyrrhachium, Dalmatia, and the Strymon.The new emperor, Michael II, was indeed able to establish a dynasty—the Amorian, or Phrygian—his son Theophilus (829–842) and his grandson Michael III (842–867) each occupying the throne in turn, but none would have forecast so happy a future during Michael II's first years. Thomas the Slavonian, Michael's former comrade in arms, gave himself out to be the unfortunate Constantine VI and secured his coronation at the hands of the Patriarch of Antioch; this was accomplished with the willing permission of the Muslim caliph under whose jurisdiction Antioch lay. Thomas thereupon marched to Constantinople at the head of a motley force of Caucasian peoples whose sole bonds were to be found in their devotion to iconodule doctrine and their hatred of Michael's Iconoclasm. Assisted by Omortag and relying upon the defenses of Constantinople, Michael defeated his enemy, but the episode suggests the tensions beneath the surface of Byzantine society: the social malaise, the ethnic hostility, and the persisting discord created by Iconoclasm. All these may explain the weakness displayed throughout Theophilus' reign, when a Muslim army defeated the Emperor himself (838) as a prelude to the capture of the fortress of Amorium in Asia Minor. It may also explain the concurrent decline of Byzantine strength in the Mediterranean, manifest in the capture of Crete by the Arabs (826 or 827) and in the initiation of attacks upon Sicily that finally secured the island for the world of Islam. Iconoclasm certainly played its part in the further alienation of East from West, and a closer examination of its doctrines will suggest why this may have been._

canon of the church of Aachen (Aix-la-Chapelle) and historian of the First Crusade; he gathered oral and written testaments of participants in the crusade and provided an important chronicle on the subject. Little is known about his life; he himself never visited the Holy Land. His work was completed around 1130 and still remains the chief authority on the First Crusade and the history of the Kingdom of Jerusalem until 1120. The sole document on the People's Crusade of 1096, led by Peter the Hermit, Albert's history is a compilation of legends and eyewitness reports.

After King Louis's death in 1137, his successor, Louis VII, rejected Suger's role as principal adviser, and Suger concentrated all of his efforts for the next five years on completing the rebuilding of the church of Saint-Denis, which had fallen into decay. It is believed that he was the inspiration behind many of the architectural innovations employed in the project, which include an original use of the pointed (rather than round) arch and the ribbed vault and extensive use of stained glass, including a rose window in the facade.In 1142 Louis seized lands belonging to his most powerful vassal, Thibaut, count of Champagne. Civil war resulted. The support of the powerful Thibaut had always been vital to the French monarchy, and the young king was making war ferociously and irrationally. Suger stepped in as an active adviser to Louis VII, as he had always done with his father, and negotiated a peace treaty between Thibaut and Louis. The treaty was signed at the dedication ceremony of the church of Saint-Denis, an architectural marvel.As penance for the many lives that he had taken during the war with Thibaut, Louis VII was urged by Bernard of Clairvaux to lead a crusade to free the Holy Land from the Muslims. Suger was strongly opposed to this and tried unsuccessfully to change the king's mind. For the first time Suger stood in opposition to the wishes of the weak, young king as well as those of Bernard and the pope.On June 11, 1147, Louis and Queen Eleanor departed on the Second Crusade. Louis left his crown with Abbot Suger, who was appointed regent in his absence. The Crusade was a disastrous loss, but at home Suger governed well, despite the great financial drain on the funds at his disposal. He devised new and fairer means of taxation, passed laws preventing deforestation, and suppressed a revolt by a group of nobles who planned to make Robert, count of Dreux and brother of Louis VII, king in his absence. When in 1149 Louis returned from the Crusade, many believed that Suger would not return the crown, but they were proved wrong.In 1150 Suger himself, with Bernard, made plans for another crusade. But in 1150, before it was begun, Suger fell ill with malaria. He died in January 1151.Anne F. Rockwell

Pope from 1187 to 1191. He was cardinal bishop of Palestrina when elected pope on Dec. 19, 1187. In October 1187 Jerusalem fell to Saladin, the leader of the Muslim armies, and Clement called the Western princes to undertake the Third Crusade, the results of which were disappointing. In Italy the marriage of the German king Henry VI with Constance, the daughter of King Roger II of Sicily, threatened to unite south Italy with the German crown. Clement tried to avert this union by investing Count Tancred of Lecce with the fief of Sicily. He released the Scottish Church from the jurisdiction of the English see of York (1188), and the church became directly dependent on Rome.

1187, he was able to throw his full strength into the struggle with the Latin crusader kingdoms, his armies were their equals. On July 4, 1187, aided by his own military good sense and by a phenomenal lack of it on the part of his enemy, Saladin trapped and destroyed in one blow an exhausted and thirst-crazed army of crusaders at Hattin, near Tiberias in northern Palestine. So great were the losses in the ranks of the crusaders in this one battle that the Muslims were quickly able to overrun nearly the entire Kingdom of Jerusalem. Acre, Toron, Beirut, Sidon, Nazareth, Caesarea, Nabulus, Jaffa (Yafo), and Ascalon (Ashqelon) fell within three months. But Saladin's crowning achievement and the most disastrous blow to the whole crusading movement came on Oct. 2, 1187, when Jerusalem, holy to both Muslim and Christian alike, surrendered to Saladin's army after 88 years in the hands of the Franks. In stark contrast to the city's conquest by the Christians, when blood flowed freely during the barbaric slaughter of its inhabitants, the Muslim reconquest was marked by the civilized and courteous behaviour of Saladin and his troops.His sudden success, which in 1189 saw the crusaders reduced to the occupation of only three cities, was, however, marred by his failure to capture Tyre, an almost impregnable coastal fortress to which the scattered Christian survivors of the recent battles flocked. It was to be the rallying point of the Latin counterattack. Most probably, Saladin did not anticipate the European reaction to his capture of Jerusalem, an event that deeply shocked the West and to which it responded with a new call for a crusade. In addition to many great nobles and famous knights, this crusade, the third, brought the kings of three countries into the struggle. The magnitude of the Christian effort and the lasting impression it made on contemporaries gave the name of Saladin, as their gallant and chivalrous enemy, an added lustre that his military victories alone could never confer on him.The Crusade itself was long and exhausting, and, despite the obvious, though at times impulsive, military genius of Richard I the Lion-Heart, it achieved almost nothing. Therein lies the greatest—but often unrecognized—achievement of Saladin. With tired and unwilling feudal levies, committed to fight only a limited season each year, his indomitable will enabled him to fight the greatest champions of Christendom to a draw. The crusaders retained little more than a precarious foothold on the Levantine coast, and when King Richard left the Middle East in October 1192, the battle was over. Saladin withdrew to his capital at Damascus.Soon, the long campaigning seasons and the endless hours in the saddle caught up with him, and he died. While his relatives were already scrambling for pieces of the empire, his friends found that the most powerful and most generous ruler in the Muslim world had not left enough money to pay for his grave. Saladin's family continued to rule over Egypt and neighbouring lands as the Ayyubid dynasty, which succumbed to the Mamluks in 1250.

Sunday, March 8, 2009

GIFTS FROM THE HEART FOR WOMEN

Kisah berikut ini dikutip dari buku "Gifts From The
Heart for Women" karangan Karen Kingsbury. Buku ini
dapat Anda peroleh di toko buku Gramedia, maupun toko buku lainnya.
Inti ceritanya kira-kira sbb :
Ada pasangan suami isteri yang sudah hidup beberapa lama
tetapi belum mepunyai keturunan. Sejak 10 tahun yang lalu,sang istri terlibat aktif dalam kegiatan untuk menentang ABORSI, karena menurut pandangannya, aborsi berarti membunuh seorang bayi.
Setelah bertahun-tahun berumah-tangga, akhirnya sang istri
hamil, sehingga pasangan tersebut sangat bahagia. Mereka
menyebarkan kabar baik ini kepada famili, teman2 dan
sahabat2, dan lingkungan sekitarnya. Semua orang ikut
bersukacita dengan mereka. Dokter menemukan bayi kembar
dalam perutnya, seorang bayi laki2 dan perempuan.Tetapi
setelah beberapa bulan, sesuatu yang buruk terjadi. Tetapi
bayi perempuan mengalami kelainan, dan ia mungkin tidak bisa
hidup sampai masa kelahiran tiba. Dan kondisinya juga dapat
mempengaruhi kondisi bayi laki2.
Jadi dokter menyarankan untuk dilakukan aborsi, demi untuk
sang ibu dan bayi laki2 nya. Fakta ini membuat keadaan
menjadi terbalik. Baik sang suami maupun sang istri
mengalami depressi. Pasangan ini bersikeras untuk tidak
menggugurkan bayi perempuannya (membunuh bayi tsb), tetapi
juga kuatir terhadap kesehatan bayi laki2nya. "Saya
bisa merasakan keberadaannya, dia sedang tidur
nyenyak", kata sang ibu di sela tangisannya.
Lingkungan sekitarnya memberikan dukungan moral kepada
pasangan tersebut,dengan mengatakan bahwa ini adalah
kehendak Tuhan.
Ketika sang istri semakin mendekatkan diri dengan Tuhan,
tiba-tiba dia tersadar bahwa Tuhan pasti memiliki rencanaNya
dibalik semua ini. Hal ini membuatnya lebih tabah. Pasangan
ini berusaha keras untuk menerima fakta ini. Mereka mencari
informasi di internet, pergi ke perpustakaan,bertemu dengan
banyak dokter, untuk mempelajari lebih banyak tentang
masalah bayi mereka. Satu hal yang mereka temukan adalah
bahwa mereka tidak sendirian.
Banyak pasangan lainnya yang juga mengalami situasi yang
sama, dimana bayi mereka tidak dapat hidup lama. Mereka juga
menemukan bahwa beberapa bayi akan mampu bertahan hidup,
bila mereka mampu memperoleh donor organ dari bayi lainnya.
Sebuah peluang yang sangat langka. Siapa yang mau
mendonorkan organ bayinya ke orang lain ? Jauh sebelum bayi
mereka lahir, pasangan ini menamakan bayinya, Jeffrey dan
Anne. Mereka terus bersujud kepada Tuhan.
Pada mulanya,mereka memohon keajaiban supaya bayinya
sembuh. Kemudian mereka tahu, bahwa mereka seharusnya
memohon agar diberikan kekuatan untuk menghadapi apapun yang
terjadi, karena mereka yakin Tuhan punya rencanaNya sendiri.
Keajaiban terjadi, dokter mengatakan bahwa Anne cukup sehat
untuk dilahirkan, tetapi ia tidak akan bertahan hidup lebih
dari 2 jam. Sang istri kemudian berdiskusi dengan suaminya,
bahwa jika sesuatu yang buruk terjadi pada Anne, mereka akan
mendonorkan organnya. Ada dua bayi yang sedang berjuang
hidup dan sekarat, yang sedang menunggu donor organ bayi.
Sekali lagi, pasangan ini berlinangan air mata. Mereka
menangis dalam posisi sebagai orang tua, dimana mereka
bahkan tidak mampu menyelamatkan Anne. Pasangan ini bertekad
untuk tabah menghadapi kenyataan yg akan terjadi.
Hari kelahiran tiba. Sang istri berhasil melahirkan kedua
bayinya dengan selamat. Pada momen yang sangat berharga
tersebut, sang suami menggendong Anne dengan sangat
hati-hati, Anne menatap ayahnya, dan tersenyum dengan manis.
Senyuman Anne yang imut tak akan pernah terlupakan dalam
hidupnya.
Tidak ada kata2 di dunia ini yang mampu menggambarkan
perasaan pasangan tersebut pada saat itu. Mereka sangat
bangga bahwa mereka sudah melakukan pilihan yang tepat
(dengan tidak mengaborsi Anne),mereka sangat bahagia melihat
Anne yang begitu mungil tersenyum pada mereka, mereka sangat
sedih karena kebahagiaan ini akan berakhir dalam beberapa
jam saja.
Sungguh tidak ada kata2 yang dapat mewakili perasaan
pasangan tersebut. Mungkin hanya dengan air mata yang terus
jatuh mengalir, air mata yang berasal dari jiwa mereka yang
terluka..
Baik sang kakek, nenek, maupun kerabat famili memiliki
kesempatan untuk melihat Anne. Keajaiban terjadi lagi, Anne
tetap bertahan hidup setelah lewat 2 jam. Memberikan
kesempatan yang lebih banyak bagi keluarga tersebut untuk
saling berbagi kebahagiaan. Tetapi Anne tidak mampu bertahan
setelah enam jam.....
Para dokter bekerja cepat untuk melakukan prosedur
pendonoran organ. Setelah beberapa minggu,dokter menghubungi
pasangan tsb bahwa donor tsb berhasil. Dua bayi berhasil
diselamatkan dari kematian. Pasangan tersebut sekarang sadar
akan kehendak Tuhan. Walaupun Anne hanya hidup selama 6
jam,tetapi dia berhasil menyelamatkan dua nyawa. Bagi
pasangan tersebut, Anne adalah pahlawan mereka, dan sang
Anne yang mungil akan hidup dalam hati mereka selamanya...
Ada 3 point penting yang dapat kita renungkan dari kisah
ini :
1. SESUNGGUHYA, tidaklah penting berapa lama kita hidup,
satu hari ataupun bahkan seratus tahun. Hal yang benar2
penting adalah apa yang kita telah kita lakukan selama hidup
kita, yang bermanfaat bagi orang lain.
2. SESUNGGUHNYA, tidaklah penting berapa lama perusahaan
kita telah berdiri, satu tahun ataupun bahkan dua ratus
tahun. Hal yang benar2 penting adalah apa yang dilakukan
perusahaan kita selama ini, yang bermanfaat bagi orang lain.
3. Ibu Anne mengatakan "Hal terpenting bagi orang tua
bukanlah mengenai bagaimana karier anaknya di masa
mendatang, dimana mereka tinggal,maupun berapa banyak uang
yang mampu mereka hasilkan. Tetapi hal terpenting bagi kita
sebagai orang tua adalah untuk memastikan bahwa anak2 kita
melakukan hal2 terpuji selama hidupnya, sehingga ketika
kematian menjemput mereka, mereka akan menuju surga".
Mohon KEMURAHAN HATI Anda untuk menyebarkan kisah ini
kepada sanak keluarga Anda, famili, teman2, rekan2 kerja,
rekan2 bisnis, atasan, bawahan sebuah kelompok organisasi
ataupun
perusahaan,PELANGGAN,serta siapa saja yang Anda temui.
Ada 4 kemungkinan respon dari pihak2 yang telah membaca
kisah ini.
PERTAMA, cuek / tidak peduli / tidak mengerti kisah ini.
KEDUA, tersentuh dengan kisah ini, tetapi tidak melakukan
apapun.
KETIGA,tersentuh dengan kisah ini, intropeksi diri, lalu
mengubah cara pandang tentang hidupnya.
KEEMPAT, tersentuh, intropeksi diri, mengubah cara pandang
tentang hidupnya, lalu bergerak aktif untuk memaknai
hidupnya sendiri dengan cara memberikan makna bagi kehidupan
orang lain.
Bila di antara sekian banyak orang yang memperoleh kisah
ini dari Anda, ada satu saja yang termasuk kategori nomor
EMPAT, ini berarti Anda telah berhasil mengubah hidup
seseorang, dari sekedar "Hidup" menjadi
"Hidup Yang Lebih Bermakna".
Berhentilah
Untuk Selalu Memikirkan Kepentingan Diri Sendiri,
Jadikanlah Kehadiran Anda
Di Dunia Ini Sebagai RAHMAT Bagi Orang Banyak dan Bagi
Orang2 Yang Anda Cintai
(Ayah, Ibu, Saudara/i,Suami/ Istri, Anak2 Anda,dst)

Saturday, January 31, 2009

Anekdot Singaktan Gereja

HKBP= hancur Karena Bapak Pendeta. pendeta-pendeta di gereja ini saling sikut, dan rebutan posisi. GKJ= Gereja Kurang Jelas. banyak pendeta-pendeta dari gereja ini yang memiliki doktrin yang berbeda dengan pokok-pokok ajaran gereja GKJ, namun bisa menduduki posisi strategis. banyak pendeta-pendeta gereja ini yagn ketika masih mahasiswa menganggap alkitab bukan wahyu (firman)Allah tetapi ketika sudah menjadi pendeta berubah dengan mengatakan Alkitab adalah firman Tuhan. mengaku gereja Calvinis, tetapi tidak lagi mengakui ajaran Calvinis utama yaitu predestinasi dalam pokok-pokok ajarannya. yah namanya juga tidak jelas. GPDI= Gereja Penurunan Daya Ingat. Di kota-kota biasanya anggota gereja ini mayoritas golongan tua. mereka yang pertama kali membuka diri terhadap karunia-karunia Roh Kudus, dan mengkritik sistem ibadah yang kaku dan liturgis, sekarang malahan menjadi dogmatis, dan agak curiga dengan karunia-karunia Roh Kudus, serta ibadahnya menjadi seperti bentuk liturgi hanya warna liturginya berbeda dengan orang protestan. lupa mungkin, karena daya ingatnya sudah menurun. GKI: Gereja Kosong Iman. Tokoh-tokoh yang menolak iman Kristen, bahwa Yesus satu-satunya juru selamat manusia diterima di sini. teolog-teolog yang menganggap alkitab mitos diterima disini. tokoh yang menganggap Yesus benar-benar mati dan tiak bangkit lagi, juga diterima disini. Pantas imannya kosong. GBI= Gereja Banyak Intrik. antar sesama GBI saja rebutan jemaat. apa lagi dengan gereja lain. berkali-kali denominasi inimengalami perpecahan. dengan situasi ini, apalagi nama yang tepat selain banyak intrik. GBI=Gereja Banyak Istilah. banyak sekali istilah-istilah dipergunakan, dan terus berubah. misalnya som, menjadi kom, ada komsel mejadi cool, setiap tahun membuat slogan-slogan. yah ini sekedar anekdot. bukan bermaksud melecehkan, tetapi mengkritik gaya ganjuran atau gaya pesantren tebu irengan.

Monday, January 26, 2009

STT Jadi Dukun

SEKOLAH TEOLOGI MENGAJARKAN KLENIK DAN PRAKTIK PERDUKUNAN

Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul, dan mereka akan mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mukjizat-mukjizat, sehingga sekiranya mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga.

Mat 24:24

Penyesatan memang terjadi sepanjang sejarah umat manusia. Tetapi Alkitab menegaskan bahwa menjelang akhir zaman, penyesatan itu akan semakin dahsyat. Tanda-tandanya sudah semakin nyata, kedatangannya sudah tidak lama lagi. Oleh karena itu penyesatan juga semakin kelihatan dan berani terang-terangan.

Banyak jemaat terkecoh karena tidak mengerti mana ajaran yang benar, sehat dengan ajaran yang salah dan ekstrim (sakit). Mereka berpikir kalau ada mukjizat, dan pakai nama Yesus, berarti itu merupakan ajaran yang benar. Faktanya tidak sesederhana itu dalam mengenali ajaran yang benar dan ajaran sesat. Matius menegaskan kepada kita bahwa mesias-mesias palsu, dan guru-guru palsu tersebut mengadakan tanda-tanda yang dahsyat, dan mukjizat-mukjizat. Dasar untuk mengenali suatu ajaran benar atau sesat adalah berdasarkan firman Tuhan.

Sebuah sekolah teologi di Jogjakarta, mendasarkan pengajarannya pada kitab Wahyu. Pemimpin sekolah tersebut mengaku bahwa dirinyalah satu-satunya orang yang paling menguasai kebenaran kitab wahyu. Dia mengaku mendapatkan kunci yang dapat digunakan untuk menerangkan kebenaran kitab Wahyu.

Sebagaimana dengan cirri-ciri sekte sesat yang mengkultuskan atau memuja pemimpin secara berlebihan dan bersifat ekslusive, penganut ajaran ini pun demikian. Pemimpin begitu dipuja. Setiap kecelakaan yang dialami oleh pengikut diinterpretasikan bahwa ia sudah berdosa terhadap pemimpin. Penulis pernah bercakap-cakap dengan salah satu pengikut aliran ini, dia menceritakan ia mengalami kecelakaan karena berdosa terhadap pemimpinnya. Hampir setiap kali ketemu dia bercerita bahwa ia mendapatkan kecelakaan yang lain lagi kerena berdosa terhadap pemimpin.

Setiap orang yang keluar dari organisasinya akan mengalami intimidasi dan ketakutan akan mendapatkan kutuk dari pemimpin. Hal ini terbukti dengan pengalaman salah seorang mahasiswa di sekolah yang saya ajar yang menjadi pengerja di sebuah gereja di Banjarnegara (penulis adalah dosen di Banyumas). Suatu hari ia menceritakan pengalamannya bertemu dengan pasangan suami istri yang sedang dilanda ketakutan, karena merasa berdosa terhadap pemimpinnya yang juga rektor STT di jogja tersebut. Dia lari karena ketakutan. Merasa kasihan, lalu mahasiswa kami melayani mereka dan meminta supaya mereka menceritakan ada masalah apa. Suami Istri tersebut tidak berani menceritakan dan berkata: “saya tidak berani bercerita sebab pemimpin saya itu maha tahu.” Lalu mahasiswa kami mengatakan dalam nama Yesus tidak apa-apa, sebab Saudara dilindungi TUhan Yesus.” Barulah suami Istri tersebut berani mengungkapkan ketakutannya terhadap kutukan dari pemimpin mereka. Setelah didoakan dan dimuridkan, hingga saat ini tidak terjadi hal-hal yang seperti mereka takutkan.

Siswa-siswa sekolah itu juga diajari klenik. Mereka diajak bertapa di tempat-tempat yang angker, seperti hutan, pantai, dll. Kabarnya pemimpin itu juga menguasai ilmu ngrogoh sukma, gendam, dan sanggup berbicara dengan binatang-binatang hutan. Selain itu sang pemimpin juga menyimpan batu-batu seperti akik, yang menurutnya batu-batu itu dijaga oleh ribuan malaikat. Orang-orang yang menyumbang dana yang cukup besar kepadanya akan diberi batu tersebut. Dalam perkembangannya dikatakan tidak demikian, tetapi menurut mahasiswanya pemimpin tersebut sedang meneliti kasiat batu-batu tersebut bagi kesehatan manusia. Tetapi tidak terbukti adanya penelitian yang telah dibuatnya dengan batu-batu tersebut, dan sang pemimpin sesungguhnya tidak memiliki kapasitas sebagai peneliti batu-batu, juga tidak memiliki peralatan laboratorium dan praktikum untuk meneliti batu-batu tersebut.

Murid-muridnya juga diajari semacam bahasa roh atau lebih tepatnya mantra, karena bahasa itu diucapkan selayaknya mantra, dan diucapkan sesuai dengan kebutuhan atau tingkat permasalahan. Jika suatu permasalahan mudah diucapkan 1x kemudian sebutkan permohonannya. Jika masalah berat baca mantera tersebut 3 x dan sebutkan permohonannya. Jika masalah itu klimaks, baca tujuh kali dan sebutkan permohonannya.

Pengajaran-pengajaran tersebut jelas-jelas bertentangan dengan Alkitab, dan iman Kristen. Tetapi entah mengapa sekolah itu di Izinkan berdiri dan mendapat SK dari BIMAS Kristen Protestan. Departemen Agama RI. Demikian juga gereja yagn didirikan mereka juga mendapat SK dari BIMAS KRISTEN. Kalau demikian BIMAS Kristen diubah saja kepanjangan dengan Bimbingan Mau Sesatkan Kristen. Organisasi ini bukan yang pertama. Gereja mormon sudah puluhan tahun di ijinkan secara legal, kemudian Saksi Yehowa.

Ketika ada beberapa orang yang mempertanyakan dalil-dalil ajaran mereka yang tidak sesuai dengan Alkitab mereka dengan entengnya menjawab, jika semua ditulis di dalam Alkitab seluruh buku di dunia juga tidak cukup. Mereka lupa bahwa Ulangan 29:29 mengatakan: Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita sampai selama-lamanya,… jadi mereka menambah-nambahi Alkitab dengan ajaran pemimpin mereka yang mereka akui dipimpin oleh Roh Kudus. Bukti kebenaran ajaran itu menurut mereka adalah Mukjizat yang dilakukan Pemimpin tersebut.

Pemujaan terhadap pemimpin juga sangat ditekankan, dan pengikutnya sangat patuh. Nubuat-nubuatnya diimani sebagai kebenaran, meskipun nubuatnya tersebut sering kali meleset. Contohnya: ada anak buahnya yang diutus melayani di Jember, menurutnya itu merupakan nubuat dari Tuhan. Ia dinubuatkan berhasil, dan jadi besar. Orang tua dari anak buahnya itu diminta untuk mendukung dana, dengan alasan: “kalau ibu tidak mendukung dana nanti akan menyesal, sebab anak ibu akan menjadi besar pelayanannya disana.” Ternyata nubuatannya itu tidak terlaksana, dan anak buahnya tersebut pulang membawa kegagalan. Tetapi kesetiaan kepada sang pemimpin tidak berubah. Sikap kritis yagn mempertanyakan nubuatan itu tidak ada.

Selain itu sikap pemujaan juga terlihat bahwa segala yang dilakukan pemimpin adalah benar, meskipun banyak saksi yang mengatakan bahwa ia salah. Ini terbukti banyak sekali orang-orang yang mengaku dilecehkan secara seksual, bahkan rekamannya juga ada. Tetapi banyak murid-murid yang tetap setia dan membela gurunya. Kekuasan pemimpin memang sangat menonjol dalam sekte ini, karena sehingga ia bahkan berhak menjodohkan atau juga memutuskan kepada siapa muridnya harus menikah.

Maksud pesan ini adalah para pembaca hati-hati terhadap penyesatan seperti ini. Mulai sekarang pelajari baik-baik Alkitab. Gereja-gereja perlu menekankan pengajaran yang kuat bukan hanya mengajarkan tentang mukjizat saja. Apa yang dilakukan pemimpin golongan ini sangat tepat dengan ciri-ciri bidat. Untuk mengetahui ciri-ciri bidat, baca www.urapan-ilahi.blogspot.com.