Saturday, April 4, 2009

Save Our Child

Curahan hati seorang ayah

Yang peduli akan masa depan anak-anaknya.

Anak-anak kita sekarang ini sedang menghadapi monster-monster yang jauh lebih kejam dari gambaran hantu di kolong tempat tidur. Monster itu bernama televisi. Televisi itu bukan saja kejam memangsa tubuh mereka, namun memangsa kejiwaan mereka.

Tanggal 02 Maret 2009, jam sore, saya segera perintahkan anak saya untuk mematikan televise dan tidak boleh menonton kartun kesayangannya, karena tanpa sengaja saya mendengar tokoh utama kartun animasi itu yaitu akrtun animasi hidaten, ternyata ada kata-kata makian dasar bodoh.

Lewat film-film animasi dan kartun, anak-anak kita belajar memaki, (hampir disetiap film animasi ada makian bodoh, kurang ajar, keparat, dan seribu satu umpatan), anak-anak kita belajar kekerasan (penuh dengan adegan perkelahian, darah, pembunuhan), anak-anak kita belajar berbohong dan menipu, belajar tentang pemalsuan standard cinta (hampir semua kartun animasi menonjolkan tokoh-tokoh yang berpakaian dan berpenampilan yang mempertontonkan aurat, dan belajar menerima kehidupan dunia roh yang penuh dengan arwah-arwah yang baik yang bisa menjadi teman yang diandalkan.

Tanpa disadari apa yang mereka lihat dan dengar itu akan mereka terima sebagai nilai dan falsafah hidup, yang akan mereka bawa sepanjang usia.

Sinetron-sinetron remaja dan anak-anak juga mempertontonkan kekejaman, balas dendam, rebutan kekasih, dan pengandalan roh-roh orang mati dihampir setiap muatan ceritanya. Jangan salahkan siapa siapa ketika banyak kasus kekerasan remaja semakin merajalela. Jangan salahkan siapa-siapa jika banyak terjadi kasus kerasukan dimana-mana, dan budaya seks bebas bukan hanya merambah remaja-remaja metropolitan saja, bahkan remaja-remaja di desa-desa pun sudah banyak yang hidup dalam seks bebas.

Belum lagi film-film agama yang juga bernafaskan klenik, irasional, balas dendam, fanatisme, dan kekejaman, serta tidak lupa selalu ada romantisme sebagai bumbu penyegar yang membuai angan pemirsa.

Dengan segala hal-hal itu semua, mau diarahkan kemana masa depan anak-anak kita? Mau seperti apa moral bangsa kita?

Tidak adakah production house yang terbeban membuat sinetron religius yang inklusif, yang menghargai perbedaan, yang mengedepankan kebersamaan, kebangsaan, dan kasih, tanpa mengorbankan aqidah dari masing-masing agama. Tidak adakah production hosue dan stasiun televise yang terbeban memberikan tayangan yang mengajar tentang kasih, pengampunan, perdamaian, dan kesederhanaan. Nasib masa depan bangsa kita sedang dibentuk di dalam nilai-nilai anak-anak kita. Tidak adakah selebritis-selebritis yang peduli dengan nasib bangsa ini ke depan?

Saudaraku, untuk sesaat lupakan mengenai keuntungan ekonomi, pikirkan anak-anak kita. Untuk sesaat lupakan kesibukan perhatikan pertumbuhan anak-anak kita. Masa depan mereka bukan hanya berarti masa depan mereka sendiri. Masa depan mereka menentukan arah basa depan bangsa.

No comments: